Mengenal Krisis per 100 tahun, Krisis 1929 vs Potensi Krisis 2029: Dunia Serba Digital dan Risikonya

In the Age of Information, news media faces both unprecedented opportunities and significant challenges.
krisis 1929 krisis 1929

1929: Sebuah Pelajaran Pahit

Hampir satu abad lalu, dunia diguncang peristiwa yang dikenal sebagai The Great Depression. Pada tahun 1929, pasar saham Wall Street runtuh, dengan harga saham anjlok lebih dari 80 persen.

Bank-bank gulung tikar, menghapus habis tabungan masyarakat. Pengangguran melonjak drastis, dengan satu dari empat orang kehilangan pekerjaan. Perdagangan internasional nyaris lumpuh, sementara harga pangan dan kebutuhan pokok melonjak.

Akibatnya, dunia mengalami resesi selama 10 tahun. Keluarga kehilangan rumah, kelaparan meluas, dan jutaan orang terpaksa bermigrasi mencari kehidupan baru. Itu adalah dekade penuh penderitaan yang membentuk arah ekonomi global selanjutnya.

Advertisement


Pola Krisis yang Berulang

Sejarah menunjukkan bahwa krisis besar cenderung datang dalam siklus panjang:

  • 1929: Runtuhnya pasar saham global

  • 1971: Amerika Serikat memutus kaitan dolar dengan emas, membuka jalan bagi sistem fiat money murni

  • 2008: Krisis subprime mortgage memicu resesi global

  • 2020–2024: Pandemi COVID-19, pelonggaran kuantitatif (quantitative easing), inflasi tinggi, dan gelombang teknologi AI

Kini, memasuki 2029, dunia berada di titik yang belum pernah dialami sebelumnya: seluruh aset, identitas, dan sistem keuangan beralih ke ranah digital.


2029: Dunia yang Terkoneksi Total

Dalam beberapa tahun terakhir, transisi menuju ekosistem digital berlangsung cepat:

  • Keuangan: Uang elektronik, QRIS, dan Central Bank Digital Currency (CBDC) menggantikan uang tunai.

  • Identitas: KTP digital dan verifikasi biometrik menjadi standar.

  • Aset: Sertifikat rumah, saham, bahkan karya seni dipindahkan ke format tokenisasi.

  • Pekerjaan: Model kerja berbasis platform digital, remote work, dan gig economy mendominasi.

Semua ini membawa efisiensi luar biasa. Namun, semakin terintegrasi sebuah sistem, semakin besar risiko yang muncul dari single point of failure.


Data: Mata Uang dan Senjata Baru

Setiap aktivitas online kini menghasilkan jejak data yang terperinci—riwayat belanja, lokasi GPS, perilaku pencarian, hingga jaringan sosial. Data ini menjadi komoditas yang diperdagangkan dan dimonetisasi, tetapi juga berpotensi digunakan sebagai alat kontrol.

Teknologi seperti programmable money memungkinkan uang memiliki batasan penggunaan, misalnya hanya bisa dibelanjakan untuk barang tertentu. Dalam skenario ekstrem, saldo dapat dibekukan hanya dengan satu klik, tanpa proses pengadilan. Deplatforming dapat memutus akses seseorang dari pekerjaan, layanan, bahkan komunikasi.


Risiko Kehidupan Digital

Ketergantungan penuh pada infrastruktur digital membuat masyarakat menghadapi risiko baru:

  • Pemadaman listrik atau gangguan internet dapat membuat uang digital, identitas, dan kontrak kerja tak bisa diakses.

  • Gangguan sistem keuangan digital dapat melumpuhkan perdagangan dan logistik.

  • Kebijakan politik atau sanksi bisa membatasi akses individu atau kelompok tertentu terhadap transaksi dasar.

Dalam konteks Indonesia, konsep Payment ID di mana KTP menjadi kunci untuk semua transaksi memastikan transparansi penuh, tetapi menghapus anonimitas. Kebijakan 1 akun = 1 orang melalui verifikasi KYC membuat setiap transaksi dapat ditelusuri.


Krisis 1929 vs Potensi Krisis 2029

Perbedaan utamanya terletak pada sifat “kepemilikan” dan “akses”:

  • 1929: Bank fisik tutup, uang tunai langka, dan pengangguran massal.

  • 2029 (potensi): Akun digital dibekukan, saldo tak bisa diakses, pekerjaan digital dihapus, dan perdagangan lumpuh karena sistem pembayaran terganggu.

Jika Depresi Besar 1929 menghancurkan ekonomi secara fisik, krisis digital 2029 berpotensi menghapus akses terhadap seluruh aspek kehidupan dalam hitungan detik.


Mengapa Harus Peduli Sekarang

Transparansi total berarti kontrol total. Dalam dunia yang sepenuhnya digital, hilangnya akses internet atau listrik berarti hilangnya kemampuan untuk hidup: membeli makanan, membayar tagihan, atau bahkan membuktikan identitas.

Krisis berikutnya mungkin tidak diawali oleh antrean panjang di depan bank, tetapi oleh notifikasi “akses akun Anda telah dibekukan”.


Mempersiapkan Diri untuk Resilience 2029

Kita tidak bisa memutar balik perkembangan teknologi, tetapi kita bisa bersiap. Masyarakat perlu memahami risiko dan memiliki rencana cadangan: mulai dari diversifikasi aset, menjaga privasi digital, hingga membangun jaringan dukungan di dunia nyata.


Gabung di ConnectX


ConnectX akan membahas strategi Resilience 2029 untuk membantu perempuan Indonesia mempersiapkan diri menghadapi risiko dunia serba digital. Ikuti kami di Instagram & TikTok @getconnectx, bagikan pandangan Anda di getconnectx.com/story, dan diskusikan strategi bertahan di getconnectx.com/forum.

Keep Up to Date with the Most Important News

By pressing the Subscribe button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms of Use
View Comments (3) View Comments (3)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
kerja lembur

Indonesia termasuk negara dengan jam kerja tertinggi di dunia: rata-rata 2.040 jam per tahun

Next Post
depresi

Menurut WHO, 1 dari 8 orang di dunia hidup dengan gangguan mental

Advertisement