Daya Beli Turun di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
Dalam tiga tahun terakhir, pelaku UMKM menghadapi situasi yang semakin menantang. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada kuartal III 2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di bawah 5% per kuartal jauh di bawah tren normal.
Fenomena deflasi yang terjadi pada Februari dan Maret 2025, masing-masing sebesar -0,48% secara bulanan dan -0,09% secara tahunan, menjadi sinyal peringatan. Penurunan harga ini bukan disebabkan oleh efisiensi atau surplus pasokan, tetapi lebih pada lemahnya daya beli masyarakat. Banyak rumah tangga memilih untuk menahan pengeluaran dan meningkatkan tabungan, sebuah perilaku yang dikenal sebagai precautionary saving bentuk antisipasi terhadap ketidakpastian ekonomi.
Beban ini semakin berat dengan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sepanjang 2024, tercatat 77.965 pekerja kehilangan pekerjaan, ditambah 3.325 orang pada awal 2025. Penurunan pendapatan ini langsung memukul konsumsi dan membuat pasar domestik semakin lesu.
Perspektif Pemerintah dan Pakar
Deputi Kementerian Koperasi dan UKM mengakui bahwa turunnya daya beli bukan satu-satunya faktor penyebab UMKM gulung tikar. Banyak pelaku usaha kecil menjalankan bisnis dengan strategi instan, mengikuti tren yang digerakkan influencer tanpa memperkuat fondasi usaha seperti riset pasar, efisiensi operasional, dan manajemen risiko.
Sementara itu, euforia belanja online yang sempat meledak selama pandemi mulai mereda. Diskon besar-besaran tidak lagi memicu lonjakan pembelian seperti sebelumnya, terutama di sektor fesyen dan ritel kecil. Data Mantraidea.com mengindikasikan penurunan volume transaksi yang signifikan, membuat usaha yang sangat bergantung pada penjualan daring harus beradaptasi cepat.
Sektor UMKM yang Paling Terdampak
Berdasarkan laporan BPS dan berbagai media lokal, beberapa sektor UMKM mengalami pukulan paling keras:
-
Warung dan warteg: Sekitar 50% warung di Jakarta terpaksa tutup karena minimnya pembeli.
-
Fesyen lokal: Contohnya, merek Yuna Bandung melaporkan penurunan pendapatan hingga 50%, memaksa mereka mengurangi produksi dan memangkas pesanan kepada penjahit.
-
Kuliner dan manufaktur kecil: Pelaku usaha makanan, apparel, dan sepatu melaporkan penurunan omzet tajam, disertai peningkatan kasus PHK di industri pendukung.
Mengapa Banyak UMKM Tidak Bertahan?
Masalah utama yang dihadapi banyak UMKM bukan hanya turunnya permintaan, tetapi rapuhnya model bisnis. Terlalu banyak yang mengandalkan strategi branding dan promosi singkat tanpa memperkuat kualitas produk, layanan, atau basis pelanggan setia.
Kurangnya inovasi seperti penawaran bundling, kolaborasi antar pelaku lokal, atau diversifikasi produk membuat UMKM rentan. Ketika perilaku belanja konsumen berubah, mereka tidak memiliki cadangan strategi untuk bertahan.
Refleksi dari Lapangan
Bagi banyak pedagang kecil, kondisi ini sudah berada di titik kritis. Pemilik warung makan mengeluhkan penurunan omzet harian yang hampir tidak menutup biaya operasional. Usaha pakaian mengalami stagnasi penjualan, sementara bisnis pangan yang biasanya stabil kini margin keuntungannya semakin tipis.
Dari perspektif kebijakan publik, situasi ini menuntut intervensi yang nyata dan terarah. Dukungan seperti subsidi, literasi digital, dan kebijakan ekonomi yang berpihak pada usaha lokal menjadi kebutuhan mendesak.
Rekomendasi Solusi
Agar UMKM dapat bangkit dari tekanan ini, sejumlah langkah strategis perlu segera dilakukan:
-
Pelatihan bisnis dan literasi digital khusus untuk UMKM mikro. Fokus pada peningkatan manajemen keuangan, pemasaran digital, dan inovasi produk.
-
Insentif fiskal dan dukungan pembiayaan. Termasuk subsidi bunga kredit dan dana cadangan usaha bagi sektor yang paling terdampak.
-
Akses pasar yang adil. Pemerintah dan platform digital perlu membuka peluang bagi UMKM untuk bersaing di pasar lokal dan global, tanpa dominasi pemain besar.
-
Program belanja pemerintah yang berpihak pada produk lokal. Pengadaan untuk sekolah, kantor pemerintahan, dan proyek publik harus memprioritaskan UMKM daerah.
-
Dukungan sosial bagi pekerja terdampak PHK. Termasuk pelatihan ulang keterampilan agar dapat kembali terserap di pasar kerja.
Terakhir
Krisis yang dialami UMKM saat ini bukan hanya soal turunnya daya beli, tetapi juga soal ketahanan model bisnis. Perubahan perilaku konsumen, ketidakpastian ekonomi, dan persaingan pasar menuntut pelaku usaha terutama di sektor mikro untuk lebih adaptif dan berbasis data dalam mengambil keputusan.
Gabung di ConnectX
Jika Anda pelaku UMKM, jangan hadapi tantangan ini sendirian. Bergabunglah dengan komunitas ConnectX untuk mendapatkan edukasi bisnis dan strategi adaptasi yang relevan, khususnya bagi perempuan pengusaha.
Ikuti kami di Instagram & TikTok @getconnectx, bagikan pengalaman Anda di getconnectx.com/story, dan diskusi bersama pelaku usaha lain di getconnectx.com/forum.
Your insights in this post are spot on. I can\’t wait to see what you write next!
Thank you! I\’m thrilled that you found the post valuable. Your support means a lot.
This post is a game-changer. I\’ve learned so much from it – thank you!