Indonesia termasuk negara dengan jam kerja tertinggi di dunia: rata-rata 2.040 jam per tahun

In the Age of Information, news media faces both unprecedented opportunities and significant challenges.
kerja lembur kerja lembur

Budaya Kerja Lembur: Produktif atau Perlahan Membunuh?

Di banyak perusahaan di Indonesia, pulang tepat waktu sering dianggap “tidak loyal”. Budaya kerja lembur telah menjadi norma tak tertulis yang dipuji sebagai dedikasi, padahal bisa menyembunyikan masalah produktivitas, manajemen waktu, dan kesehatan mental.

Menurut data OECD 2023, Indonesia termasuk negara dengan jam kerja tertinggi di dunia: rata-rata 2.040 jam per tahun. Namun, peringkat produktivitas kita justru tertinggal jauh dibanding negara dengan jam kerja lebih pendek seperti Jerman atau Belanda.


Akar Budaya Lembur

  1. Mindset Loyalitas vs Hasil
    Banyak atasan masih mengukur kinerja dari jumlah jam kerja, bukan output.

    Advertisement

  2. Kurangnya Efisiensi Proses
    Deadline mepet, koordinasi buruk, dan rapat berlarut membuat pekerjaan melampaui jam kerja normal.

  3. Budaya “Malas Pulang Duluan”
    Tekanan sosial membuat karyawan enggan meninggalkan kantor lebih awal meski pekerjaan sudah selesai.


Dampaknya pada Self Development

  • Waktu Belajar Hilang
    Lembur menggerus waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk kursus, membaca, atau mengembangkan skill baru.

  • Burnout dan Penurunan Kreativitas
    Studi dari Stanford University menunjukkan bahwa produktivitas turun drastis setelah 50 jam kerja/minggu.

  • Keseimbangan Hidup Terganggu
    Bagi perempuan, jam kerja panjang sering berbenturan dengan tanggung jawab rumah tangga, meningkatkan risiko stres kronis.


Pelajaran dari Budaya Kerja Global

  • Jepang: Pernah terkenal dengan karoshi (kematian karena overwork), kini mulai menerapkan kebijakan jam kerja fleksibel dan remote.

  • Eropa Barat: Negara seperti Belanda dan Denmark mendorong jam kerja lebih singkat demi meningkatkan kebahagiaan dan produktivitas.

  • Startup Tech Global: Mengadopsi result-oriented work di mana jam kerja bukan tolok ukur, tapi capaian hasil.


Strategi Menghadapi Budaya Lembur

  • Komunikasi dengan Atasan: Negosiasikan deadline yang realistis.

  • Manajemen Waktu: Gunakan teknik seperti time blocking untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

  • Investasi pada Skill Produktivitas: Otomatisasi tugas rutin, belajar delegasi.

  • Bangun Batasan Sehat: Pastikan waktu pulang tidak selalu dikorbankan demi lembur tanpa alasan jelas.


Kesimpulan

Budaya lembur bukan tanda profesionalisme yang sehat, melainkan gejala dari sistem kerja yang kurang efisien. Self development membutuhkan waktu, energi, dan ruang untuk belajar sesuatu yang tidak bisa tumbuh di bawah tekanan lembur terus-menerus.


CTA — Saatnya Ubah Mindset Kerja
ConnectX hadir untuk membahas topik budaya, karier, dan self development yang relevan untuk perempuan Indonesia.
Ikuti @getconnectx di Instagram & TikTok, gabung forum komunitas https://getconnectx.com/forum/, dan bagikan ceritamu di https://getconnectx.com/story/.
Karena sukses bukan soal siapa yang pulang paling malam, tapi siapa yang berkembang paling jauh.

Keep Up to Date with the Most Important News

By pressing the Subscribe button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms of Use
View Comments (4) View Comments (4)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
umkm

UMKM Tertekan, Daya Beli Rakyat Menurun: Mengurai Akar Masalah dan Solusi

Next Post
krisis 1929

Mengenal Krisis per 100 tahun, Krisis 1929 vs Potensi Krisis 2029: Dunia Serba Digital dan Risikonya

Advertisement